HALAMAN

Jumat, 26 Juni 2015

Karyawan Dilarang Mengeluh

Hampir setiap hari kita pasti menjumpai orang yang mengeluh, entah itu mengeluh tentang kehidupannya, mengeluh tentang keluarganya, mengeluh tentang lingkungan kerjanya, maupun keluhan-keluhan lain yang terkadang tidak penting..
Kali ini saya akan sedikit share tentang keluhan seorang karyawan. Nahhhhhhh,,jumlah karyawan begitu banyak di negara ini bahkan di dunia ini. Hampir setiap hari pula karyawan pasti memiliki keluhan yang beraneka ragam, mengeluh tentang atasannya yang mungkin kebijakannya tidak sesuai dengan keinginannya, mengeluhkan tentang rekan kerjanya yang mungkin sangat malas tapi justru cepat naik pangkat, dan masih banyak lagi keluhan para karyawan.
Saya hanya mau mengingatkan,
Selama kita masih menjadi seorang karyawan, kita dilarang mengeluh.
Why?? Mengapa??
Krn kita berkerja dalam sebuah sistem yang sudah ada, sebuah sistem yang dijalankan oleh manusia-manusia yang kita sebut sebagai atasan kita. Kalau tidak sehaluan dengan sistem tersebut, resign saja, jadilah pengusaha, dan kita lah yang akan membangun sebuah sistemnya.
Kita tidak bisa memilih untuk mendapat rekan kerja yang sepaham dengan pemikiran kita, kita tidak bisa memilih untuk mendapatkan atasan yang mengerti kita. Kita benar-benar hanya menerima sistem yang sudah jadi. Kalau kita mau memilih rekan kerja yang sesuai dengan keinginan kita, maka jadilah pengusaha. Kalau kita tidak mau mendengar ocehan dari atasan kita, maka jadilah pengusaha.
Soooo,,selama kita masih menjadi seorang karyawan, dilarang mengeluh ataupun protes tentang lingkungan kerja kita. Apapun yg terjadi, betapa buruknya sistem dalam lingkungan kerja, dilarang protes dalam bentuk apapun, karena kita cuma robot dalam sebuah sistem. Maka solusinya cuma 1, jadilah pengusaha dan kita bisa membentuk sistem seperti yg kita mau. Kita bisa mencari rekan kerja sesuai yang kita inginkan, kita bisa menciptakan peraturan sendiri tanpa harus menjilat, menyikut, maupun menangis..
Salam Entrepreuner..

Minggu, 21 Juni 2015

Pelajaran Berbagi, Belajar Berbagi Ala Kami

Cukup terlambat untuk memposting hal ini, tapi lebih terlambat lagi kalau postingan ini tidak jadi diposting, hehex :-)
Beberapa bulan yang lalu, saya berupaya untuk menyentuh hari murid-murid saya, dalam hal ini anak perwalian saya sendiri dengan belajar ilmu sedekah.
Tanpa bermaksud latah, tapi saya menggunakan moment 27 April sebagai langkah untuk berbagi kepada sesama. Sebuah kelas yang notabene banyak berasal dari anak-anak tidak mampu, belum lagi di tengah situasi di mana gaya hidup glamour semakin menjadi tren anak muda saat ini.
Sy mencoba untuk mengajak mereka dalam aksi berbagi turun ke jalan, yang barangkali sangat jarang dilakukan oleh anak-anak seumuran mereka, di mana KTP saja mereka belum punya. Virus berbagi segera saya sengatkan ke mereka, otak mereka harus dipenuhi oleh hal-hal kebaikan.
Sebenarnya saya ingin mengajak semua kelas, tapi saya begitu membenci yang namanya alur birokrasi yang ribet. Daripada ribet dan malah tidak jadi, akhirnya saya action dg membawa 1 kelas anak perwalian saya saja.
Berawal dari sebuah tantangan untuk tidak jajan dalam 1 hari saja, dan uang jajan itu disedekahkan semuanya. Di luar dugaan saya, ternyata separuh lebih anak menuruti instruksi saya. Meskipun ada beberapa anak yang tidak kuat menahan rasa laparnya sehingga memutuskan untuk jajan juga. Tapi tak mengapa, namanya juga sebuah proses, namanya juga proses latihan. Karena yang lebih utama adalah pikiran mereka jadi semakin terbuka tentang pelajaran berbagi.
Setelah semua uang terkumpul, kami belikan nasi kotak, kemudian kami turun ke jalan langsung untuk membagikan sepaket nasi dan air minum kepada para tukang becak di dekat Pasar Johar Semarang. Dan tak lebih dari 10 menit, semua nasi kotak yang kami bawa itu langsung ludes tak bersisa. Dalam panas terik yang begitu menyengat, kami pulang kembali dalam sebuah senyuman.
Tanpa sebuah pertanyaan, tanpa sebuah komentar, namun saya bisa membaca dari keriangan wajah mereka, bahwa ada satu kelegaan yang membuncah luar biasa ketika bisa berbagi kebahagiaan kepada sesama meskipun hanya dalam sebuah nasi kotak.
Saya hanya sempat bertanya kepada 1 anak, bagaimana perasaannya. Dia menjawab bahwa dia begitu terharu, ketika saya justru ikut turun langsung bersama mereka, berpanas-panasan dengan mereka..
Ada banyak pelajaran dalam satu kegiatan ini saja,
PELAJARAN BERBAGI,
Sebuah pelajaran yang tidak pernah didapat dan diajarkan ketika berada di dalam kelas. Sebuah pelajaran yang hanya bisa dipraktekkan langsung tanpa banyak bicara, tanpa banyak rencana yang muluk-muluk, namun langsung action. Sebuah pelajaran bahwa seorang pemimpin tidak hanya bisa menyuruh, tidak hanya tukang perintah, tapi musti turun tangan langsung ke bawah, untuk membumi bersama dengan yang lain. Sebuah pelajaran untuk melepaskan sebuah beban yang masih menempel untuk digantikan dengan sebuah senyum karena bisa membuat orang lain tersenyum. Sebuah pelajaran yang tidak perlu menunggu kaya untuk berbagi. Sebuah pelajaran bahwa berbagi pun bisa dilakukan meskipun (mungkin) kita sendiri sebenarnya masih begitu kekurangan. Sungguh begitu banyak pelajaran yang bisa kita petik dari sebuah PELAJARAN BERBAGI (Pelajaran yang tak pernah diajarkan di kelas).

Teriring salam berbagi untuk anak-anak ku kelas X-AK1 2014/2015
Kalian begitu luar biasa, saya begitu bangga dengan kelas kalian
Jangan pernah berhenti untuk menjadi orang baik, tularkan virus kebaikan kepada semua orang :-)

Topeng Dalam Sebuah Iman

Sebuah pengalaman yang cukup menggetarkan saya, ketika sebuah agama hanya sebagai kedok belaka.
Mungkin bisa saya bagikan,
Seorang kawan saya, agamanya bisa sy bilang sangat kuat, kerap kali selalu mengajak sholat berjamaah dengan kawan2 yg lain. Namun hati saya terasa bergidik tatkala mendapati sebuah fakta yang terasa kurang pas ketika ternyata banyak hak yg semestinya bukan menjadi hak nya ternyata dimanfaatkan untuk menjadi hak-nya sebagai lumbung bisnisnya. Sy cm bs mengelus dada dan banyak belajar dr peristiwa ini, bahwa kerap kali agama sungguh hanya menjadi sebuah kedok agar dipandang bersahaja oleh orang lain.
Ketika sy hrs mengutip sebuah kata bijak bahwa IMAN TANPA PERBUATAN ADALAH MATI. Maka untuk apakah manusia beriman secara sungguh, tapi dari segi perbuatan sungguh masih sangat jauh dari nilai-nilai keimanan itu sendiri. Ada baiknya merenungkan dan berkaca pada diri kita masing-masing, sudahkah iman yang kita miliki mampu diaplikasikan secara nyata dalam sebuah perbuatan baik. Atau justru iman kita akan Tuhan Yang Mahakuasa hanya ingin kita jadikan topeng untuk menutupi keculasan dan kecurangan yang kita perbuat.
CCTV dari langit tak pernah sedikitpun eror, maka tak usah bertopeng dalam sebuah intrik yang disebut agama ataupun keimanan.
Semoga kita mampu berkaca dari pengalaman ini.
Jangan pernah berhenti untuk menjadi orang baik :-)

Minggu, 05 Oktober 2014

Kalau kita berbeda, lantas kenapa???

Negeri kita tercinta sungguh telah mendunia dengan keberagaman yang ada di dalamnya. Berbagai macam suku, agama, ras, dan kepercayaan, semuanya lengkap untuk dijumpai di sini. Bangsa yang ramah memang telah menjadi image bagi bangsa Indonesia, sayangnya kerap kali beberapa gelintir orang yang mengatasnamakan suatu golongan justru merusak citra Indonesia di mata dunia.

Belum lama ini, seorang lurah di Jakarta Selatan pun terpaksa didemo oleh sekolompok orang yang mengatasnamakan golongan tertentu, meminta mundur ibu lurah karena memiliki perbedaan agama dengan mayoritas masyarakat sekitar.
Peristiwa yang terakhir pun nyaris sama, wakil gubernur Jakarta yang akan naik menggantikan Sang Gubernur karena Gubernur akan naik tahta menjadi presiden pun menjadi bulan-bulanan pendemo untuk segera turun dengan alasan perbedaan agama.
Barangkali di tempat lain pun masih banyak kejadian serupa, namun tidak terekspos media. Namun tidak kalah sedikit pun, di lain tempat, masih banyak masyarakat yang "open minded" terhadap sebuah perbedaan & tidak menjadikan perbedaan itu menjadi sebuah masalah & hambatan untuk sebuah keharmonisan hidup yang berdampingan.

Layaknya sebuah iklan di televisi, perbedaan itu seperti air dan minyak, keduanya tidak bisa bersatu, tapi bisa hidup berdampingan. Slogan seperti itu rasa-rasanya baik untuk terus ditumbuhkembangkan di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. Benturan antar sesama memang tidak bisa dihindari, tapi bukan berarti harus bermatirasa untuk membenci sebuah perbedaan.

Para generasi muda memang harus selalu ditanamkan untuk menyayangi sesamanya meskipun perbedaan melingkupi sekitarnya. Jangan sampai tontonan di televisi yang tidak dapat menerima perbedaan itu merusak pikiran para kaum muda untuk mencotohnya.
Murid saya pun harus selalu saya sisipkan nilai-nilai moral kehidupan dalam setiap pelajaran saya. Sebab kalau bukan berasal dari diri sendiri, lantas siapa lagi?? Karena kerap kali pelajaran pun hanya sekedar "text book" yang melupakan pelajaran akan nilai-nilai kehidupan yang begitu kompleks.
Masih saya jumpai beberapa murid saya pun kurang bisa menerima sebuah perbedaan, dengan menjadikan agama sebagai bahan becandaan yang mestinya tidak perlu, saling menghina dan merendahkan agama dan golongan lain dalam setiap perbicangan keseharian. Barangkali itulah potret kehidupan anak-anak sekolah saat ini karena terlalu sering disuguhi akan tontonan yang kurang sehat, yaitu menghina golongan lain sampai menggunakan keanarkisan untuk melawan perbedaan itu sendiri. Ditambah lagi di sekolahan mungkin mereka kurang diberikan pelajaran kehidupan tentang moral dan akhlak mulia. Pelajaran hanya sekedar hafalan buku semata yang minim akan ilmu terapan kehidupan.

Sahabat saya pun beragama berbeda dengan saya, namun kami tidak pernah mengganggu peribadatan masing-masing. Justru kami belajar banyak dari keberbedaan itu & sungguh menyenangkan untuk bisa menjadi pribadi yang berbeda dengan ketoleransian yang tinggi di tengah keberagaman.

Semoga sedikit tulisan saya ini dapat membuka pikiran dan sikap kita semua dalam bertindak untuk lebih menghargai perbedaan yang ada. Semoga perbedaan bukan menjadi sebuah alasan untuk menebar benih permusuhan.

So, kalau kita berbeda, lantas kenapa??
Mari bergandengan tangan dalam sebuah perbedaan yang menyatukan. Semoga  :-)

Senin, 29 September 2014

Pembelajaran berdemokrasi bagi pemilih pemula??? Haruskah???

Mumpung momentnya tepat, barangkali tulisan saya sedikit banyak akan membantu memberikan pencerahan dalam sebuah demokrasi yang sehat, khususnya bagi para pemilih pemula.

Belum lama ini, negara kita tercinta melaksanakan pesta demokrasi 5 tahunan, di mana masyarakat Indonesia melaksanakan pemilihan presiden. Begitu riuhnya suasana pencalonan, masa kampanye, saat pencoblosan, hingga penghitungan suara. Mungkin karena hanya ada 2 nama calon, sehingga kerap kali para pendukungnya berupaya menjatuhkan pasangan lawan satu sama lain.
Pesta demokrasi ini menjadi pelajaran berharga, khususnya bagi pemilih-pemilih pemula, usia anak SMA hingga anak kuliahan, mengenai bagaimana berdemokrasi secara baik dan benar.

Ada 3 hal proses pembelajaran yang mungkin bisa diambil oleh para pemilih pemula :
1) Sebuah proses demokrasi tentulah harus saling menghargai dan menghormati semua pasangan. Betapapun kita mungkin tidak senang dengan salah satu pasangan calon, tapi tentu saja bukan menjadi alasan untuk mencari cara menjatuhkan dengan hujatan, hinaan, maupun caci maki yang terlampau merendahkan. Sikap seperti itu tentulah justru akan menjadi bahan penilaian orang mengenai karakter seseorang. Kita akan semakin dapat menilai sejatinya sifat seseorang, apakah termasuk orang yang mudah tersulut dengan ontran-ontran yang kadang kala tidak jelas itu, ataukah termasuk orang yang mampu mengendalikan emosi secara baik.
2) Alangkah kurang bijaksana apabila calon pilihan kita ternyata tidak masuk kandidat dan kita memilih sikap untuk golput saja. Memang golput termasuk dalam hak azasi manusia, tapi dalam sebuah pelajaran demokrasi, kurang tepat apabila seseorang memilih untuk tidak memilih. Mungkin bagi sebagian orang akan beranggapan, "Kalau saya tidak memilih, tentulah tidak akan memberikan efek apapun, toh hanya 1 orang saja". Bayangkan apabila ada sekian ratus orang yang memiliki pikiran yang sama, tentulah akan semakin menyurutkan arti dari demokrasi itu sendiri. 1 suara begitu berharga ketika semua orang beranggapan yang sama untuk menyerukan "suara saya begitu berharga"
Lebih-lebih saya menghimbau untuk para pengajar bagaimana untuk terus mengajarkan siswanya untuk berdemokrasi secara lebih benar lagi. Apa jadinya negara ini ke depannya, apabila ada seorang pengajar yang justru (maaf) mengajarkan muridnya untuk golput saja. Dan ini harus menjadi pemikiran yang mendalam bagi semuanya saja. Selalu ada yang lebih baik menurut nurani kita, dan keputusan untuk memilih adalah sebuah penghargaan bagi loyalitas diri sendiri terhadap suatu institusi maupun negara (tergantung konteks pemilihannya).
3) Pelajaran yang terakhir adalah mengenai bagaimana untuk dapat bersikap legowo, menerima segala hal apapun yang telah menjadi hasil akhir dari sebuah pemilihan pimpinan. Sungguh tidak dibenarkan untuk siap menang tapi tidak siap kalah. Ketika ikut ambil bagian dalam sebuah pertarungan/perlombaan, mental yang harus dibawa adalah siap menang-siap kalah. Bagaimana mungkin dalam sebuah pertarungan akan menjadi pemenang semua, demikian sebaliknya, bagaimana mungkin sebuah pertarungan tidak ada pemenangnya. Mental ini memang harus ditanamkan sejak dari pemilih pemula. Jika hanya siap menang saja namun tidak siap kalah, alangkah lebih baiknya jika tidak usah ambil bagian dalam sebuah perlombaan/pertarungan tersebut. Lebih-lebih ketidaklegowoan itu mengakar hingga menjadi sebuah kebencian yang mendalam terhadap pemenangnya hingga terus mencari cara untuk menjatuhkannya lagi. Sebab lagi-lagi karakter asli seseorang akan semakin terlihat dari hal ini. Maka sudah sepatutnya untuk berjiwa besar dalam menerima kekalahan dan bersikap rendah hati ketika piala kemenangan berada di tangan kita.

Begitu banyak nilai kehidupan yang dapat diambil dari sebuah proses demokrasi. Besar harapan saya bagi para pemilih pemula untuk dapat lebih bijaksana dan dewasa lagi ketika berhadapan dengan sebuah pesta demokrasi, entah dalam lingkup kecil hingga lingkup pilpres.
Suara kita begitu berharga, berbesar hati ketika kalah, dan rendah hati ketika menang. Dengan begitu, pelajaran demokrasi bangsa ini akan semakin mendewasa. Semogaaaa :-)

Minggu, 02 Juni 2013

Math is Fun (Belajar tentang Nilai Kehidupan dari Rumus Phytagoras)


Phytagoras ???
Untuk anak sekolah barangkali kata tersebut sudah bukan hal asing lg. Tp rasa-rasanya hampir sebagian orang merasa ngeri alias serem dan alias alias yang laen begitu disuguhi soal phytagoras dan teman-temannya.

Namun tidak demikian dengan orang yang punya pikiran positif, klo anak gaul sekarang menyebutnya dengan pothink (positif thinking). Saya contohnya, bernarsis diri sejenak, hwuehehehehehex..

Mari saya ajak kalian untuk merenungkan satu kenyataan bahwa ternyata terdapat nilai kehidupan dalam sebuah rumus phytagoras. Seperti yang kita tahu bahwa phytagoras merupakan cara menghitung sisi dari sebuah segitiga siku-siku. Right? Lalu apa hubungannya? Look at the picture, please :









Nah lhoooo, jangan pusing dulu begitu liat gambar di atas. Nilai kehidupannya sederhana aja kok, hanya mengenai pilihan tentang hidup. Klo secara matematis kan rumus phytagorasnya begini :





Saya permudah saja daripada berumit-rumit ria.
Dalam hidup, pasti kita semua punya tujuan. Sebutlah bahwa kita saat ini berada di posisi B dan akan menuju ke C. Ada 2 cara yang bisa dilakukan, yaitu :
1. Orang akan mengambil 2 step dalam hidupnya yaitu dari titik B ke titik A lalu melanjutkan lagi hingga sampai di titik C. 
2. Sebagian orang yang tidak ingin berlelah-lelah akan langsung mengambil jalan pintas dengan langsung memotong kompas dari titik B menuju ke C.
Toh pada kenyataannya, mau itu mengambil jalan pintas atau jalan biasa, tujuan manusia hanya 1, yaitu sebuah kematian sehingga rumus phytagoras akan berlaku juga bahwa



Memang tidak ada yang salah dengan jalan pintas selama kita tetap konsisten dengan nilai-nilai kejujuran. Ibarat kata, kalau ada jalan yang mudah mengapa harus dipersulit. Tp tentu saja kita tidak boleh menelan mentah-mentah pengibaratan tersebut. Tetap harus dicerna dengan pikiran dan hati yang jernih.
Ternyata belajar matematika tidak selalu memusingkan ya, banyak nilai-nilai kehidupan yang akan kita peroleh di dalamnya. Math is fun, hehehehehex..

So,,
THE CHOICE IS LIKE PHYTAGOREAN FORMULA ;)









Minggu, 2 Juni 2013, 11:25 AM
ericarani.blogspot.com

Selasa, 23 April 2013

Tendensi Uang dalam Dunia Pendidikan

Kehebatan suatu negara sebenarnya dilihat dari dua kacamata saja sudah cukup, yaitu pendidikan dan perekonomian. Tampaknya sederhana tapi justru kedua hal tersebut seperti sebuah lingkaran setan.
Sebuah negara miskin yang perekonomiannya begitu lemah hampir dapat dipastikan bahwa pendidikannya juga rendah. Namun untuk dapat melepaskan diri dari rantai keterpurukan bukanlah sebuah hal yang mudah. Ketika ingin menggerakkan pendidikan terlebih dahulu, tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan bagaimana hal tersebut dapat terwujud ketika perekonomian negara dalam keadaan yang terhimpit miskin. Namun ketika akan menggerakkan perekonomian terlebih dahulu, juga mesti ditunjang oleh manusia-manusia brilliant yang mumpuni di bidangnya. Nah, jelas kan bahwa ini terlihat seperti sebuah lingkaran setan. Maka tidaklah mengherankan jika sebuah negara miskin sangat sulit untuk keluar dari jerat kemiskinannya.

Lantas bagaimana dengan Indonesia ???
Mari saya ajak untuk melihat sekelumit kedua permasalahan tersebut.
Indonesia secara kasat mata dan konon ketika ditinjau dengan angka-angka statistik yang kerap kali "berkamuflase", Indonesia sebenarnya bukan termasuk negara miskin, bahkan bisa dikatakan sebagai negara berkembang. Indonesia mestinya mempunyai peluang untuk menjadi negara maju. Tapi apa kenyataannya ?? Hukum yang berlaku di negara ini adalah homo homini lupus yang artinya manusia merupakan srigala bagi manusia lain, manusia memakan manusia. 
Lihat saja dunia pendidikan negara ini, begitu parau dan parah kedengarannya. Peristiwa yang belum lama terjadi, yaitu keputusan MK untuk membubarkan RSBI/SBI. Ternyata proyek itu membuat kebakaran jenggot orang-orang yang menikmati keuntungan di dalamnya. Dan karuan saja sebuah proyek tentang SKM untuk mengganti baju RSBI sedang disiapkan. Para petinggi pendidikan tidak ingin kehilangan akal mengenai peristiwa ini.
Ujian nasional SMA yang carut marut menjadi simbol bahwa ternyata UN hanya sebuah proyek yang tak jelas juntrungannya mengenai tender pengadaannya oleh orang-orang yang disebut para petinggi itu.
Dan sebentar lagi kurikulum pun akan segera berganti. Meskipun sebenarnya masih banyak daerah-daerah di desa yang mungkin baru mau akan memulai kurikulum KTSP, eeee sudah mau diganti lagi. Sosialisasi telah dilakukan, tapi beranikah orang-orang yang ngakunya petinggi pendidikan itu memulai sosialisasinya dari sebuah sekolah yang berada di pedesaan atau bahkan di pedalaman. Barangkali mereka hanya akan memelotot tajam untuk sebuah usul saya yang seperti ini, karena memang terdapat tendensi uang dalam setiap kebijakan.
Mengenaskan memang. Belum lagi uang sertifikasi guru yang nyatanya justru semakin membuat otak para guru menjadi serakah, pemalas, dan tidak ada ketulusan di dalamnya. Saya beri contoh nyata, bagaimana mungkin seorang kepala sekolah yang barangkali pastinya sudah menerima sertifikasi sangat sering untuk membolos dan bermalas-malasan di rumah untuk sebuah alasan yang (menurut saya) sangat mengada-ada. Hanya mau menerima gaji+sertifikasi tapi sangatttttttt malasssssss untuk mengabdikan diri lagi mencerdaskan anak bangsa. Dan masih banyak lagi guru-guru yang ketulusan mengajarnya diragukan, atau mengajar asal-asalan, dan hanya mau terima gaji rutin tiap bulannya.
Saya hanya bisa mengelus dada dengan keprihatinan negeri ini. Tidak selayaknya pendidikan di Indonesia disejajarkan dengan melulu tendensi uang. Dan sungguh saya salut dengan para pengajar yang mengajar di sekolah pedesaan dan pedalaman, justru mereka-mereka inilah pengajar-pengajar sejati yang tidak punya tendesi apapun di luar ketulusan niatnya untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini.
Mari sama-sama merenung & berintrospeksi diri untuk lebih memajukan dunia pendidikan negara "tercinta" ini sehingga perekonomian pun boleh untuk semakin berkembang dengan satu konsep sederhana, yaitu perekonomian kejujuran dengan pendidikan yang tanpa tendensi apa pun di dalamnya. Semoga.